Jakarta- Menjelang Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019
di mana eskalasi kerawanan kemungkinan akan meningkat, maka sudah selayaknya
Polri menyiapkan diri sejak sekarang.Jika Kapolri tidak segera
mencermati hal ini dan hanya mengandalkan 20 persen senjata apinya yang sudah
tua dan hasil kanibalisasi, dikhawatirkan akan banyak polisi yang menjadi
korban dan Polri tidak bisa maksimal menjaga keamanan masyarakat, Pungkas Ketua
Presidiun IPW Neta S Pane di Jakarta Selasa pagi (3/10/17).
Indonesia Police Watch
(IPW) menyebutkan modernisasi persenjataan Polri merupakan kebutuhan yang
mendesak dan harus dilakukan sesegera mungkin. Mengingat, senjata api Polri
yang ada saat ini sudah tidak layak lagi.Sekitar 80 persen anggota Polri tak
memiliki senjata. Sedangkan, 20 persen yang memiliki senjata api saat ini
merupakan senjata api yang sudah tua dan hasil kanibalisasi.
Dikatakan, berdasarkan
data IPW, dari 400.000 anggota Polri, hanya 20 persen yang memiliki senjata
api. "Itu pun sebagian besar senjata apinya sangat tidak layak, antara
lain berkarat, sudah tua, dan hasil kanibalisasi dari sejumlah senjata api yang
rusak" ujar Ketua Presidiun IPW tersebut.
Karena itu, tuturnya,
IPW meminta Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk melakukan pendataan ulang
dan evaluasi secara menyeluruh keberadaan senjata api serta alat kelengkapan
tugas anggota kepolisian, terutama yang bertugas di lapangan. Langkah ini,
paparnya, harus segera dilakukan mengingat tugas anggota Polri di lapangan yang
kian berat, terutama dalam menghadapi serangan teroris, yang kian beragam
dengan persenjataan yang kian modern.
Menurut Neta, akibat
tidak layaknya persenjataan anggota Polri ini muncul dua hal. Pertama,
kerap terjadinya kasus salah tembak. Di mana polisi yang hendak menembak pelaku
kejahatan malah salah sasaran karena keandalan senjatanya sudah tidak baik.
Akibatnya, anggota masyarakat yang menjadi korban. Hal ini terlihat dari data
di mana pada tahun 2014 terdapat 13 kasus salah tembak dan 2015 terdapat 20
kasus salah tembak.
Kedua, jumlah polisi yang tewas akibat kebrutalan
pelaku kejahatan dan teroris kian meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun
2012 ada 29 kasus polisi tewas akibat ulah pelaku kejahatan, tahun 2013
tercatat 27 kasus, tahun 2014 ada 41 kasus, dan tahun 2015 ada 10 kasus polisi
terbunuh oleh penjahat.
Dengan maraknya ancaman
terorisme dan makin banyaknya pelaku kejahatan bersenjata api, lanjut Neta,
tentunya ini menjadi ancaman bagi masyarakat dan anggota polisi itu sendiri.
Untuk itu, tandasnya, Polri perlu mengevaluasi keberadaan senjata api
anggotanya dan segera membenahi dan melengkapinya.
Terutama, tegasnya,
menjelang Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019 yang tingkat kerawanannya
sangat tinggi, Polri perlu mengantisipasinya sedini mungkin. Salah satunya,
kata Neta, dengan melengkapi dan membenahi peralatan senjata bagi anggota
kepolisian yang bertugas di lapangan.
Neta menegaskan, Kapolri
tidak boleh mendiamkan kondisi ini. Sebab, minimnya senjata api yang dimiliki
Polri akan berdampak pada kinerja anggota kepolisian di lapangan.
Sebab, keberadaan
senjata api dan kelengkapan peralatan tugas anggota polisi ini berfungsi untuk
dua hal strategis, yakni melindungi masyarakat dan melindungi keselamatan
anggota polisi itu sendiri.
Lebih dari itu, kata
Ketua Presidium IPW ini, bagaimana polisi bisa melindungi masyarakat, jika
polisi itu sendiri tidak mampu melindungi dirinya sendiri. "Bagaimana pula
Polri bisa profesional jika anggotanya di lapangan menjadi bulan-bulanan pelaku
kejahatan dan teroris. Apalagi, senjata teroris lebih modern dibanding senjata
anggota Polri." tutupnya.
Sumber: Suara Pembaruan
Comments